Tuesday 13 October 2015

CARA BERWUDHU


Wudu (Arab: الوضوء al-wuḍū', Persia:آبدست ābdast, Turki: abdest, Urdu: وضو wazū') adalah salah satu cara menyucikan anggota tubuh dengan
air. Seorang muslim diwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan salat. Berwudu bisa pula menggunakan debu yang disebut dengan tayammum.
Penggunaan air
Jenis air yang diperkenankan
Air hujan,
Air sumur,
Air terjun, laut atau sungai,
Air dari lelehan salju atau es batu,
Air dari tangki besar atau kolam.
Jenis air yang tidak diperkenankan Sunting
Air yang tidak bersih atau ada najis,
Air sari buah atau pohon,
Air yang telah berubah warna, rasa dan bau dan menjadi pekat karena sesuatu telah direndam didalamnya,
Air dengan jumlah sedikit (kurang dari 1000 liter) yang terkena sesuatu yang tidak bersih seperti urin, darah atau minuman anggur atau ada seekor binatang mati didalamnya,
Air bekas wudu,
Air yang tersisa selah binatang haram meminumnya seperti anjing, babi atau binatang mangsa,
Air yang tersisa oleh seseorang yang telah mabuk karena khamr (minuman keras).
Air mustamal menurut pendapat empat mahzab
Mahzab Al-Hanafiyah
Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta’mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudu atau mandi. Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudu` untuk salat atau mandi wajib) atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudu sunnah atau mandi sunnah. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta’mal. Bagi mereka, air musta’mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudu atau mandi.
Mahzab Al-Malikiyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudu atau mandi, dan tidak dibedakan apakah wudu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis), dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan ‘bahwa yang musta’mal hanyalah air bekas wudu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta’mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan sah digunakan digunakan lagi untuk berwudu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah (kurang disukai).
Mahzab Asy-Syafi`iyyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta’mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudu atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudu. Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudu, maka belum lagi dianggap musta’mal. Termasuk dalam air musta’mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila, dan air itu baru dikatakan musta’mal kalau sudah lepas atau menetes dari tubuh. Air musta’mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudu atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan.
Mahzab Al-Hanabilah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian, dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya. Selain itu air bekas memandikan jenazah pun termasuk air musta’mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta’mal. Seperti menuci muka yang bukan dalam rangkaian ibadah ritual wudu. Atau mencuci tangan yang juga tidak ada kaitan dengan ritual ibadah wudu.
Hukum wudu
Wajib
Pelaksanaan wudu wajib dilakukan oleh umat Muslim, ketika hendak melakukan ibadah salat, thawaf di Ka'bah,dan menyentuh al-Qur'an. Berwudu untuk menyentuh al-Qur'an menurut pendapat para ulama empat madzhab adalah wajib, berdasarkan salah satu surah dalam al-Qu'ran, yang berbunyi:
“ Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (Al Waaqi'ah 56:77-79) ”
Sedangkan menurut pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi'ah di atas ialah: "Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para malaikat yang telah disucikan oleh Allah." Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil.
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci (bersih), yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek). Kenyataannya Allah berfirman: "Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan", yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai faa’il (subyek).
“Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.”Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”
Sunnah
Wudu bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut ini:
Mengulangi wudu untuk tiap shalat,
Bagi setiap Muslim untuk selalu tampil dengan wudu,
Ketika hendak tidur, dalam keadaan junub,
Sebelum mandi wajib,
Ketika hendak mengulangi hubungan badan,
Ketika marah,,
Ketika membaca al-Qur'an,
Ketika Melantunkan azan dan iqamat,
Ziarah ke makam Nabi Muhammad,
Menyentuh kitab-kitab syar'i.
Syarat wudu
Ada 5 (lima) syarat untuk berwudu;
Niat (ada perbedaan pendapat antara mayoritas dan Hanafiyah)
Air yang digunakan harus thohur (suci dan mensucikan), maka tidak sah berwudu dengan air yang najis
Menghilangkan hal-hal yang bisa mengahalangi sampainya air ke kulit.
Jika seseorang selesai dari buang hajat maka dia harus bersuci dahulu sebelum berwudu.
Sunnah wudu
Berikut sunnah-sunnah wudu yang biasa dilakukan oleh Nabi Muhammad:
Bersiwak,
Mencuci kedua tangan sampai pergelangan tangan sebelum berwudu,
Mencuci anggota-anggota wudu sebanyak tiga kali, kecuali kepala hanya sekali,
Menyela-nyela jenggot yang tebal,
Menyela-nyela jari-jari kaki dan jari-jari tangan,
Menyeka (dalk),
Mendahulukan tangan kanan daripada yang kiri dan kaki kanan daripada kaki kiri.
Berdo'a setelah berwudu.
Menggunakan air wudu dengan hemat.
Rukun wudu
Disepakati
Rukun berwudu yang disepakati ada empat:
Mencuci wajah,
Mencuci tangan,
Mengusap kepala,
Mencuci kedua kaki.
Diperselisihkan
Rukun-rukun yang diperselisihkan adalah sebagai berikut:
Tertib,
Bersambungan (Muwalah).
Pembatal wudu
Disepakati
Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan syahnya wudu, di antaranya adalah:
Keluar sesuatu dari lubang kelamin dan anus, berupa tinja, kencing, kentut, dan semua hadats besar seperti keluarnya air mani, madzi, jima', haid, nifas,
Tidur lelap (dalam keadaan tidak sadar),
Hilangnya akal karena mabuk, pingsan dan gila,
Memakan daging unta,
Menyentuh kawasan sekitar anus (dubur).
Diperselisihkan
Sentuhan laki-laki pada wanita yang mahram atau bukan tanpa penghalang, kemudian ada hadits yang menjelaskan bahwa bersentuhan tidak membatalkan wudu,
Menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan bagian dalam,
Keluarnya darah istihadhah,
Mimisan dan muntah,
Mengangkat dan memandikan jenazah.
Wikipedia®


kata kunci

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home